12 CIRI SEKOLAH YANG SAKIT
Selalu Ada Yang Baru !
S
eperti mahluk hidup sebuah sekolah swasta bisa sakit juga. Sekolah adalah organisasi yang didalamnya ada pelaksana dalam hal ini yayasan, kepala sekolah, guru serta admin dan ada juga siswa dan orang tuanya sebagai .

tujuan dari pelayanan. Jika ingin gampang sebuah sekolah swasta yang sakit punya ciri yang paling jelas yaitu murid tambah lama tambah sedikit sebelum sekolah itu ‘mati’ atau tutup. Sebelum masuk ke tahap diatas, berikut ini adalah ciri yang jelas mengenai sekolah swasta yang ‘sakit’.
1. Pemilik sekolah anggap orang tua siswa sebagai lawan yang mesti dikalahkan.Terminologi yang dipakai adalah situasi kalah menang. Terbukti dengan keinginan untuk mempermalukan pihak yang melanggar, misalnya mempermalukan orang tua siswa yang anaknya lambat atau belum membayar SPP. Jika sudah ada anggapan sebagai lawan, maka akan sulit untuk saling bermitra, padahal kemitraan di sekolah kunci sukses.

2. Pemilik sekolah anggap orang tua siswa sebagai sekumpulan manusia yang tidak pernah puas. Pemilik sekolah sangat trauma pada orang tua siswa, hal yang sangat lucu menurut saya, karena kalau anggapan yang ada seperti itu, segera saja ubah peruntukan sekolah dengan bidang usaha lain yang tidak perlu mengistemewakan pelanggan.

3. Terjadi rasa saling tidak suka antara pemilik sekolah dengan guru. Guru menganggap pemilik sekolah pelit dan sangat berorientasi bisnis sementara pemilik sekolah anggap guru adalah pihak yang tidak pernah mau mengerti kesulitan yayasan dan mau enaknya saja.

4. Tidak ada guru yang mau diangkat menjadi kepala sekolah. Semua guru maunya main aman. Saking sulitnya cari kepala sekolah akhirnya yayasan asal pilih siapa saja yang mau tanpa seleksi tanpa pertimbangan. Bisa dibayangkan hasilnya mutu pendidikan makin menurun, dan komplain makin bertambah..

5. Guru memanas manasi orang tua siswa untuk tidak suka pada pemilik sekolah. Di sekolah yang sakit, sudah sangat biasa pribadi yang katanya pendidik berubah sebagai tukang gosip dan penggosok ulung. Orang tua siswa dipakai oleh guru untuk menekan yayasan. Puncaknya guru keluar dari sekolah untuk menunjukkan kepada yayasan bahwa dirinya akan dikenang sebagai guru yang hebat oleh orang tua siswa. Sebaliknya langkah itu akan membuat pemilik sekolah menjadi disalahkan karena tidak bisa menjaga guru yang baik agar supaya betah. Padahal kalau begini situasinya berlaku pepatah ‘menang jadi abu kalah jadi arang’. Tidak ada pihak yang diuntungkan, semua rugi..

6. Pemilik sekolah lakukan pendekatan potong gaji terhadap semua pelanggaran ketidak disiplinan guru. Karena ketiadaan pemimpin yang efektif, pemilik sekolah seperti tidak punya cara lain selain lakukan pendekatan corporal punishment atau karena ada satu orang melanggar maka semua terkena getah dengan diberlakukannya peraturan yang membuat ketidaknnyamanan terjadi. Pemilik sekolah seperti tidak percaya lagi terhadap guru-gurunya sendiri. Hal yang diingat hanya kejelekan satu dua orang (bahkan guru yang sudah keluar tetap diingat kejelekannya) dan melupakan guru guru yang sudah bagus serta sama sekali tidak percaya bahwa jika dipimpin dengan baik maka seseorang mungkin saja berubah sikap dan perilakunya.

7. Rapat-rapatnya cenderung membosankan dan cenderung dihindari oleh guru dan karyawan. Di sekolah yang sakit, rapat rapatnya tidak menggugah perasaan untuk semakin mencintai profesi sebagai pendidik. Di sekolah yang sakit yang dimaksud rapat adalah komunikasi satu arah yang dilakukan berjam-jam. Di sekolah yang sakit, pemilik sekolah khawatir sekali pesan yang ingin disampaikan kepada guru tidak sampai, untuk itu guru dibriefing dengan harapan tidak ada materi yang terlewat. Jika ada pelanggaran yang guru lakukan setelah rapat maka guru akan disalahkan sebagai pihak yang tidak menyimak materi yang disampaikan. Padahal siapa yang tahan dengan rapat yang cuma satu arah dan cenderung membosankan, semua guru yang hadir cuma bertanya dalam hati, “kapan siksaan ini akan berakhir?”.

8. Guru mudah sekali keluar masuk, turn overnya tinggi. Di sekolah yang sakit, guru yang masuk akan mudah ingin segera keluar dikarenakan manajemen sekolah itu yang amburadul dan tiada penghargaan. Jika pun ada guru yang bertahan, itu karena malas pindah (sudah dekat dari rumah), malas keluar ongkos dan kena macet atau tidak laku di sekolah lain karena tingkat pendidikan yang tidak memenuhi syarat. Setiap tahun ajaran ada saja guru yang hengkang dengan menggerutu kepada sesama guru atau lebih parahnya lagi curhat habis habisan pada orang tua siswa mengenai perlakuan yang ia alami dari pihak sekolah. Bisa dibayangkan produktifitas yang terjadi akan rendah sekali, karena satu sekolah isinya orang yang kerja (mengajar dan mendidik) karena terpaksa.

9. Pemilik sekolah cuma berorientasi pada pengembangan fisik bangunan sekolah dan bukan program atau sumber daya manusianya. Memang benar bagi pemilik sekolah yang paling aman adalah kembangkan fasilitas dan bangunan sekolah, karena itu adalah aset yang tidak akan hilang kecuali dijual. Di sekolah yang sakit, pemilik sekolah tidak terpikir mengutamakan program karena pastinya menghabiskan penghasilan sekolah atau buat apa anggap guru sebagai aset yang mesti dijaga karena toh guru akan keluar dan masuk. Pandangan diatas adalah pandangan yang sangat keliru mengingat orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah itu akan merasa “ini sekolah bangunannya saja yang bagus namun tidak ada spirit atau semangat pengembangan lewat program yang menarik dan kreatif”. Tidak heran ini terjadi karena pemilik sekolah anggap program pendidikan sebagai penghalang untuk dapatkan untung banyak dan guru adalah beban yang merepotkan dengan segala tingkahnya.

10. Rekrutmen guru asal-asalan. Guru direkrut karena mau dibayar murah. Tidak heran guru yang akhirnya mau mengajar disitu adalah guru yang mengajar dengan setengah hati karena merasa yang penting ada batu loncatan. Bisa juga guru yang masuk dan mengajar adalah guru yang sudah black list di tempat lain. Sebuah hal yang berbahaya dikarenakan pendidikan dianggap main-main dan dijalankan oleh guru yang bermasalah hanya karena mau dibayar murah.

11. Manajemennya manajemen warung. Sekolah yang sakit tidak kenal sistem anggaran tahunan, semua tergantung suasana hati yang empunya dana. Jika suasana hatinya sedang enak makan semua permintaan anggaran akan disetujui dan sebaliknya. Pemasukan sekolah tercampur atau dicampur dengan keuangan dari bidang usaha lain. Hal ini dibuktikan dengan pembayaran gaji guru yang telat atau bergeser tanggalnya tiap bulan.

12. Gurunya jarang diberi pelatihan. Di sekolah yang sakit, pelatihan dipandang sebagai pemborosan. Semantara saat yang sama guru dipatok ukuran profesional dan sikap yang tinggi sebagai seorang pendidik. Pemilik sekolah lupa bahwa guru seperti handphone yang mesti dicharge dan diisi pulsanya agar tetap bisa digunakan.

x

Post a Comment